"Ma...cucian piring dan baju sudah beres" Itulah salah satu dari 10 kalimat yang bisa membahagiakan istri, menurut salah satu link yang saya lihat dari facebook hari ini. Seriously?? Dengan laporan begini saja membuat istri bahagia??
Hhhmmm memang sih kebahagian setiap orang berbeda satu sama lainnya. Ada istri yang bahagia setelah mendengar laporan dari suami seperti contoh di atas tapi ada juga yang tidak suka karenanya. Kenapa?? Lah iyalah, masa setiap kali musti di suruh dulu tuh suami baru mau membantu cuci piring sama baju istrinya...bisa jadi beginikan??
"Dah luh tidur saja sana...biar gue yang ngurusin si cici" kata saya ke si mami Senin malam kemaren saat si cici sakit kepala dan muntah-muntah. Mungkin karena lagi perubahan musim dari musim gugur ke musim dingin sehingga banyak orang yang pada sakit, yang menyebabkan si cici juga terkena virus. Di tambah dia tidak mau makan sehingga membuat dia terkena dehidrasi pula dan fisiknya menjadi lemah sekali. Jadi terpaksa semalaman harus menikmati begadang untuk mijitin dan memangku si cici, selain harus naik turun tangga untuk bikin dan ambilin minum dia maupun keluar masuk rumah untuk mengeluarkan semua sampah bekas kotoran yang dia keluarkan.
"Sana elo tidur...gue yang jagain cici sekarang" kata si mami ke saya di pagi harinya setelah dia merasa sudah beres kerjaan rumahnya dan si cici sudah bisa lebih istriahat pula. Tentu saja tidak menyianyiakan kesempatan untuk menebus begadang semalaman sebelumnya, langsung naik ke atas untuk tidur.
Kerja sama. Inilah salah satu yang saya rasa sangat di butuhkan dalam kehidupan berumah tangga.
Semua istri akan beranggapan tugas istri di rumah itu sibuk sekali dan sangat melelahkan. Semua suami pun juga beranggapan sama, bahkan merasa lebih berharga karena merekalah yang menghasilkan income buat keluarga. Apa betul pendapat semuanya?? Tentu benarlah, semua pekerjaan pasti capek dan makan waktu. Walaupun hanya kerja mengurus rumah, itu juga melelahkan dan makan waktu lho. Kalau suami belum tahu, coba suruh mereka lakukan itu seminggu saja. Begitupun istri yang suka komen kalau enakan kerja di luar rumah karena lebih bisa bersosialisasi dan bervariasi menghadapi hal hal lain di luar rumah, yang hanya kerjaan rumah dan mengurus anak saja.
Untungnya, baik saya dan mami bisa merasakan dari kedua sisi ini, baik kerja di rumah dan mengurus anak maupun kerja di luar rumah dan menghasilkan income. Saya bisa belajar capek dan makan waktunya untuk memasak karena harus mempersiapkan semuanya dulu sebelum memasak makanannya sampai tahap membereskan semua hasil perang di dapur ini. Saya juga tahu rasanya memberesi rumah, dari nyuci toilet, vakum rumah selain cuci piring dan baju tentunya. Berkomunikasi dan berinteraksi dengan cici dan boy bukanlah hal yang aneh buat saya pula, jadi tidak salah kalau merekapun dekat dengan saya. Bahkan di saat mereka sakit di malam hari...sayalah yang mereka cari, baik untuk menemani maupu mijitin mereka.
Laporan suami yang sudah selesai mencuci piring dan baju di atas membuat saya berpikir, itu istrinya atau bosnya sih?? Masa hal begini saja pakai laporan segala?? Atau karena suaminya tidak pernah membantu istrinya di rumah sehingga membuat istrinya menjadi bahagia?? Jujur kalau buat saya sih laporan macam begini membuat saya ketawa dengan sinis atau bahkan sedih...karena artinya tidak ada kerja sama dalam rumah tangga mereka.
Di tempat kerja saja kita bisa bekerja sama dengan orang lain masa dengan pasangan hidup sendiri malah tidak bisa atau tidak mau?? Bekerja untuk bos atau perusahaan memang menghasilkan uang, tapi bekerja sama denga keluarga di rumah menghasilkan kebahagiaan. Inilah yang saya rasakan karena bisa bekerja sama bukan hanya dengan mami saja tapi juga dengan cici dan boy di rumah.
"Gue senang deh bisa bekerja sama dengan elo hari ini" kata saya ke si mami di Selasa malam, karena sudah seharian kita berdua capek mengurusi si cici dan dia juga sudah membaik karena sudah di suntik dan kasih obat sama dokter.
Kumpulan cerita-cerita dan pengalaman dari suami yang bahagia dan sejahtera bersama mami, cici dan boy. Mempunyai gaya berkomunikasi dan berinteraksi yang lucu, iseng dan menyenangkan dengan mereka.
Sabtu, 30 April 2016
Jumat, 22 April 2016
Kenapa Daddy Menulis dan Berbagi
Minggu lalu si cici sedikit protes dan bertanya kenapa saya menyebarkan hasil pembicaraan saya dengan dia di hari sebelumnya. Yup karena malam itu saya berbicara dengan dia mengenai beberapa hal seperti soal cowok sampai ke soal LGBT. Untuk lebih jelasnya pembicaraan kami di malam itu bisa di lihat di tulisan sebelumnya, Siapa yang Kamu Suka??
"Kenapa daddy menyebarkan pembicaraan kita??" tanya si cici sedikit protes. Kami memang selalu menantang mereka untuk kritis dan mau bertanya setiap ada yang mengganggu pikiran dan hati mereka, termasuk kepada kami orang tuanya. "Memangnya kenapa ci??" saya balik bertanya ke dia. "Itukan privasi dan bukan untuk umum" dia memberi alasan untuk pertanyaannya tadi. "Hal atau bagian yang mana yang menurut kamu privasi dan daddy sebarkan ke umum??" tanya saya lebih jauh. Kali ini dia terdiam.
"Menurut daddy, pembicaraan kita semalam tidak ada yang privasi" saya mulai menjelaskan. "Kamu memberikan opini kamu dan daddy merangkumnya. Daddy juga suka menuliskan opini-opini daddy untuk umum" lanjut saya lagi.
"Daddy kasih tahu kamu yah ci, kamu sama boy itu beruntung karena daddy sama mami terus dan selalu berkomunikasi dan berinteraksi dengan kamu dan boy" kata saya. "Tidak banyak anak-anak yang mendapat perlakuan serupa dari orang tua mereka, mungkin orang tua mereka sibuk, tidak ada waktu atau juga pikrian para bapak kalau tugas urusan anak adalah tanggung jawab ibunya" kata saya lagi. "Nah daddy cuma share pengalaman dan kebahagiaan yang daddy rasakan dari bisa bisa berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang-orang terdekat daddy ini" lanjut saya. "Kalau tulisan daddy ada yang tidak sesuai dengan pemikiran orang lain, yah tidak masalah. Syukur-syukur orang itu mau memberi input dan daddy bisa belajar dari opini dia itu. Tapi kalau tulisan daddy bisa bermanfaat dan memberi inspirasi buat yang membaca...artinya daddy menggunakan talenta daddy sebaik mungkin" saya masih berkotbah.
"Kamu ingat daddy sama mami selalu bilang gunakan semua talenta kamu untuk diri kamu, sesama dan Tuhan??" tanya saya ke dia. Tentu saja dia bilang iya karena kita sering mengatakan hal ini kepada mereka berdua. "Nah mungkin talenta daddy adalah bisa berkomunikasi dengan kamu dan keluarga dan menuliskannya untuk memberi isnpirasi atau bisa bermanfaat buat yang membaca" kata saya. "Daddy juga memberi contoh langsung kan kalau daddy juga masih belajar dan mau menulis, bukan hanya menyuruh kamu saja yang menulis. Karena dengan menulis opini dan pemikiran kamu, sedikit banyak kamu belajar untuk mengenal diri kamu sendiri" lanjut saya.
"Satu hal lagi kenapa daddy menuliskan semuanya ini karena suatu saat tulisan-tulisan daddy bisa menjadi seperti treasure dan memori buat kamu yang bisa kamu gunakan untuk membimbing dan mendidik anak-anak kamu nantinya" kata saya yang masih belum capek ngoceh.
Mendidik anak tentu bukan hanya dengan ceramah dan teori saja, karena yang terpenting adalah mereka bisa melihat dan merasakan apa yang orang tuanya lakukan dari semua ceramah dan teori yang orang tua mereka sampaikan. Inilah yang membentuk opini saya: Untuk bisa mendapat anak yang baik, pintar, bijak dan sukses...yah orang tuanya dululah yang harus bisa baik, pintar, bijak dan sukses.
Syukurlah setelah mendapat penjelasan daddynya si cici mau mengerti dan semoga semakin tertantang untuk bisa menggunakan talenta yang dia miliki untuk kebaikan diri sendiri, sesama dan Tuhan.
"Kenapa daddy menyebarkan pembicaraan kita??" tanya si cici sedikit protes. Kami memang selalu menantang mereka untuk kritis dan mau bertanya setiap ada yang mengganggu pikiran dan hati mereka, termasuk kepada kami orang tuanya. "Memangnya kenapa ci??" saya balik bertanya ke dia. "Itukan privasi dan bukan untuk umum" dia memberi alasan untuk pertanyaannya tadi. "Hal atau bagian yang mana yang menurut kamu privasi dan daddy sebarkan ke umum??" tanya saya lebih jauh. Kali ini dia terdiam.
"Menurut daddy, pembicaraan kita semalam tidak ada yang privasi" saya mulai menjelaskan. "Kamu memberikan opini kamu dan daddy merangkumnya. Daddy juga suka menuliskan opini-opini daddy untuk umum" lanjut saya lagi.
"Daddy kasih tahu kamu yah ci, kamu sama boy itu beruntung karena daddy sama mami terus dan selalu berkomunikasi dan berinteraksi dengan kamu dan boy" kata saya. "Tidak banyak anak-anak yang mendapat perlakuan serupa dari orang tua mereka, mungkin orang tua mereka sibuk, tidak ada waktu atau juga pikrian para bapak kalau tugas urusan anak adalah tanggung jawab ibunya" kata saya lagi. "Nah daddy cuma share pengalaman dan kebahagiaan yang daddy rasakan dari bisa bisa berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang-orang terdekat daddy ini" lanjut saya. "Kalau tulisan daddy ada yang tidak sesuai dengan pemikiran orang lain, yah tidak masalah. Syukur-syukur orang itu mau memberi input dan daddy bisa belajar dari opini dia itu. Tapi kalau tulisan daddy bisa bermanfaat dan memberi inspirasi buat yang membaca...artinya daddy menggunakan talenta daddy sebaik mungkin" saya masih berkotbah.
"Kamu ingat daddy sama mami selalu bilang gunakan semua talenta kamu untuk diri kamu, sesama dan Tuhan??" tanya saya ke dia. Tentu saja dia bilang iya karena kita sering mengatakan hal ini kepada mereka berdua. "Nah mungkin talenta daddy adalah bisa berkomunikasi dengan kamu dan keluarga dan menuliskannya untuk memberi isnpirasi atau bisa bermanfaat buat yang membaca" kata saya. "Daddy juga memberi contoh langsung kan kalau daddy juga masih belajar dan mau menulis, bukan hanya menyuruh kamu saja yang menulis. Karena dengan menulis opini dan pemikiran kamu, sedikit banyak kamu belajar untuk mengenal diri kamu sendiri" lanjut saya.
"Satu hal lagi kenapa daddy menuliskan semuanya ini karena suatu saat tulisan-tulisan daddy bisa menjadi seperti treasure dan memori buat kamu yang bisa kamu gunakan untuk membimbing dan mendidik anak-anak kamu nantinya" kata saya yang masih belum capek ngoceh.
Mendidik anak tentu bukan hanya dengan ceramah dan teori saja, karena yang terpenting adalah mereka bisa melihat dan merasakan apa yang orang tuanya lakukan dari semua ceramah dan teori yang orang tua mereka sampaikan. Inilah yang membentuk opini saya: Untuk bisa mendapat anak yang baik, pintar, bijak dan sukses...yah orang tuanya dululah yang harus bisa baik, pintar, bijak dan sukses.
Syukurlah setelah mendapat penjelasan daddynya si cici mau mengerti dan semoga semakin tertantang untuk bisa menggunakan talenta yang dia miliki untuk kebaikan diri sendiri, sesama dan Tuhan.
Minggu, 17 April 2016
Siapa yang kamu suka??
"Aku baca di buku si Andy ada tulisan kalau dia suka sama si Steffi" kata si boy ke saya tentang salah satu teman baiknya si boy di kelas 5 nya saat ini. "Terus dia kejar kejar aku mungkin karena malu" dia meneruskan ceritanya sembari ketawa. "Kenapa Andy suka sama Steffi??" saya bertanya. Dia cuma mengangkat kedua bahunya. "Kalau kamu ada suka sama someone gak?? saya mencari tahu. "No" dia menjawab dengan cepat. "Kalau ada juga tidak apa-apa tapi kamu harus kasih tahu daddy sama mami yah sukanya karena apa" lanjut saya lagi. "Why??" dia kebingungan dengan perkataan saya ini. "Yah kan kita musti open (jujur atau terbuka) jadi daddy sama mami bisa arahin dan ajarin kamu untuk bisa lebih baik" saya memberi penjelasan. "Tapi kalau untuk jadi boyfriend beneran kamu harus tunggu sampai kamu lebh mature/dewasa" lanjut saya.
"Kamu cantik amat sih ci, kayak mami kamu banget" puji saya ke dia saat nemenin dia tidur 2 hari yang lalu. "Girl daddy sudah gede artinya musti siap-siap banyak boy yang gangguin kamu nih sebentar lagi" lanjut saya. "Apa sudah ada cowok yang suka ke kamu??" tanya saya ke dia. " Bagaimana bisa??" dia berbalik tanya ke saya. Yah bisa di maklumi lah kenapa dia berbalik bertanya karena satu sekolahnya permpuan semua. "Yah bisa saja kan teman SD kamu dulu yang suka atau kakaknya teman kamu" saya memberi penjelasan buat pertanyaan saya tadi. Dia malah tertawa karena merasa aneh membayangkan kalau ada kakak temannya yang suka sama dia. "Nah kalau kamu sendiri ada suka sama cowok gak??" tanya saya lagi. Tentu saja dia menjawab tidak karena dengan penjelasan dia bersekolah di girl's school.
"Ci kamu lebih milih suka ke cowok atau ke cewek" saya mulai bertanya lebih jauh. "Maksud daddy aku lesbian atau bukan??" dia bertanya balik sembari ngakak. "Ya begitulah" jawab saya. "Kalau saya suka ke cowok lah. Karena kan Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan supaya bisa mempunyai keturunan" dia memberi alasan. "Tapi kalau di suruh milih mendukung atau menolak LGBT saya tidak bisa memilih" dia melanjutkan. HHmm mungkin dia bisa mikir jalan pikiran daddynya yang akan bertanya soal ini juga, pikir saya dalam hati. "Daddy setuju dengan semua penjelasan kamu karena itulah yang daddy rasakan juga" kata saya. "Siapa daddy yang bisa menghakimi orang lain tanpa mengenal latar belakang orang itu" saya memberi penjelasan mengenai statement saya ini.
I am
When you think that no-one needs you
Sees you or believes you
No ones there to understand
I am
I’ll be there to be that someone
When you think that no one, is there to hold your hand
I am
"Daddy suka deh lagu ini boy" kata saya di mobil saat mendengarkan lagu I am'nya Bon Jovi ini. "Tahu nggak kenapa daddy suka lagu ini??" tanya saya ke dia. Sudah jelas dia mengerti kenapa saya suka lagu ini, karena saya selalu memabhas semua lagu-lagu yang saya suka karena bukan hanya nadanya yang saya suka tapi juga makna dari liriknya. "Daddy suka lagu ini karena daddy promise kalau daddy akan selalu support dan jadi back up kamu sama cici" saya memberi penjelasan.
We’re just who we are, there’s no pretending
It takes a while to learn to live in your own skin
Say a prayer that we might find our happy ending
And if you’re in, you know I’m in
I’m ready and I’m willing
"Daddy kan bertanya supaya daddy bisa lebih tahu siapa kamu" kata saya memberi pertanyaan mengenai soal lesbian ini ke si cici. "Andaikan kamu mengatakan kalau kamu lesbian, like it or not you are my daughter (suka tidak suka kamu tetap cicinya daddy) dan musti terima kamu apa adanya, begitupun kamu harus terima diri kamu sendiri apa adanya" saya menjawab pertanyaan dia andai dia mengatakan kalau dia lesbian. "Nah inilah perlunya komunikasi dan interaksi secara jujur antara kamu dengan mami dan daddy kan" lanjut saya.
Saya bukan daddy yang baik atau bijak, apalagi orang yang sempurna. Saya hanya mendorong cici dan boy untuk bisa menerima diri mereka, mensyukuri apa yang mereka miliki serta mereka apa adanya dan berdoa supaya apa yang kita perbuat selalu berkenan kepadaNya dan sesama.
"Kamu cantik amat sih ci, kayak mami kamu banget" puji saya ke dia saat nemenin dia tidur 2 hari yang lalu. "Girl daddy sudah gede artinya musti siap-siap banyak boy yang gangguin kamu nih sebentar lagi" lanjut saya. "Apa sudah ada cowok yang suka ke kamu??" tanya saya ke dia. " Bagaimana bisa??" dia berbalik tanya ke saya. Yah bisa di maklumi lah kenapa dia berbalik bertanya karena satu sekolahnya permpuan semua. "Yah bisa saja kan teman SD kamu dulu yang suka atau kakaknya teman kamu" saya memberi penjelasan buat pertanyaan saya tadi. Dia malah tertawa karena merasa aneh membayangkan kalau ada kakak temannya yang suka sama dia. "Nah kalau kamu sendiri ada suka sama cowok gak??" tanya saya lagi. Tentu saja dia menjawab tidak karena dengan penjelasan dia bersekolah di girl's school.
"Ci kamu lebih milih suka ke cowok atau ke cewek" saya mulai bertanya lebih jauh. "Maksud daddy aku lesbian atau bukan??" dia bertanya balik sembari ngakak. "Ya begitulah" jawab saya. "Kalau saya suka ke cowok lah. Karena kan Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan supaya bisa mempunyai keturunan" dia memberi alasan. "Tapi kalau di suruh milih mendukung atau menolak LGBT saya tidak bisa memilih" dia melanjutkan. HHmm mungkin dia bisa mikir jalan pikiran daddynya yang akan bertanya soal ini juga, pikir saya dalam hati. "Daddy setuju dengan semua penjelasan kamu karena itulah yang daddy rasakan juga" kata saya. "Siapa daddy yang bisa menghakimi orang lain tanpa mengenal latar belakang orang itu" saya memberi penjelasan mengenai statement saya ini.
I am
When you think that no-one needs you
Sees you or believes you
No ones there to understand
I am
I’ll be there to be that someone
When you think that no one, is there to hold your hand
I am
"Daddy suka deh lagu ini boy" kata saya di mobil saat mendengarkan lagu I am'nya Bon Jovi ini. "Tahu nggak kenapa daddy suka lagu ini??" tanya saya ke dia. Sudah jelas dia mengerti kenapa saya suka lagu ini, karena saya selalu memabhas semua lagu-lagu yang saya suka karena bukan hanya nadanya yang saya suka tapi juga makna dari liriknya. "Daddy suka lagu ini karena daddy promise kalau daddy akan selalu support dan jadi back up kamu sama cici" saya memberi penjelasan.
We’re just who we are, there’s no pretending
It takes a while to learn to live in your own skin
Say a prayer that we might find our happy ending
And if you’re in, you know I’m in
I’m ready and I’m willing
"Daddy kan bertanya supaya daddy bisa lebih tahu siapa kamu" kata saya memberi pertanyaan mengenai soal lesbian ini ke si cici. "Andaikan kamu mengatakan kalau kamu lesbian, like it or not you are my daughter (suka tidak suka kamu tetap cicinya daddy) dan musti terima kamu apa adanya, begitupun kamu harus terima diri kamu sendiri apa adanya" saya menjawab pertanyaan dia andai dia mengatakan kalau dia lesbian. "Nah inilah perlunya komunikasi dan interaksi secara jujur antara kamu dengan mami dan daddy kan" lanjut saya.
Saya bukan daddy yang baik atau bijak, apalagi orang yang sempurna. Saya hanya mendorong cici dan boy untuk bisa menerima diri mereka, mensyukuri apa yang mereka miliki serta mereka apa adanya dan berdoa supaya apa yang kita perbuat selalu berkenan kepadaNya dan sesama.
Label:
Catatan harian,
Relationship,
Sharing
Lokasi:
New Zealand
Sabtu, 16 April 2016
Hilang Tablet
Hari Selasa kemaren kita ada pertemuan dengan wali kelasnya cici di sekolah. Setelah pertemuan sore itu kita memutuskan untuk dinner di restoran cepat saji saja.
Buat si boy tidak bosan karena harus menunggu kita saat bertemu dengan wali kelas si cici, si mami menyarankan si boy membawa tablet dia sebagai sarana entertain dia. Saat kita makan di restoran pun dia juga membawa tablet dia ini.
"Mami tablet saya mana yah??" tanya si boy saat pulang dari latihan basketnya jam 7.30 malam di hari yang sama. "Lah memangnya mami yang bawa??" si mami bertanya balik ke si boy. Kalang kabutlah si boy dan langusng mencari di mobil saya, yang tadi kita pakai untuk pergi ke sekolah si cici dan latihan basket si boy.
"Kayaknya kamu tidak bawa tablet kamu deh setelah kita selesai makan tadi" si mami menerka nerka. "Kan aku minta mami bawain" kata si boy lagi. "Lah itu kan tablet kamu, masa mami yang bawain??" jawab si mami. "Lagian kan tadi mami suruh kamu tinggalin saja nampannya jadi kamu bisa bawa tablet kamu" si mami mengingatkan percakapan dengan si boy sebelum kita keluar dari resto ini.
"Hhmm kalau begitu artinya tablet kamu ketinggalan deh" kata si mami ke dia. Dan akhirnya kita pergi lagi ke restoran tadi. Untungnya tablet si boy ini di temukan oleh salah satu pelayan restoran tersebut dan menitipkannya kepada manager yang sedang bertugas.
"Sudah tidak ada boy" kata saya saat kita tiba di rumah. "Koq bisa tidak ada??" kata si boy dengan nada kecewa. "Yah namanya juga restoran yang banyak pengunjungnya, dan kita sudah keluar dari restoran tersebut dari jam 5.30...jadi yah maklumlah kalau sudah tidak ada" saya menjawab pertanyaan dia tadi. Tampak sekali kekecewaan di raut wajahnya. "Nah makanya kamu harus lebih bertanggung jawab dengan semua barang-barang kamu" si mami memberi ceramah.
"Ya sudah sekarang kamu tidak usah main tablet lagi saja deh" kata saya dengan ringan. "Tapi daddy mau beliin lagi kan??" tanya dia dengan penuh harap. "Iya, nanti mami sama daddy beliin lagi tapi kan harus simpan uang dulu baru bisa beli lagi" jawab saya. "Kalau minggu besok kita ada uang lebih dan bisa beli, yah kita beliin minggu besok. Tapi kalau bulan besok atau tahun besok baru ada uangnya...yah kamu juga harus sabar dan menunggu" lanjut saya lagi. Tentu saja jawaban saya ini membuat dia semakin kecewa.
"Kalau kamu mau, kamu bantuin mami sama daddy boy" si mami memberi saran. "Nanti kita kasih kamu $50 sebulan kalau kamu mau beresin tempat tidur kamu, lap piring, lipetin baju kamu, dusting dan semua kerjaan rumah untuk bantuin kita" lanjut mami lagi. "Berapa lama sampai bisa beli lagi mami??" dia tertarik dan langsung mau berhitung. "Yah kalau mau yang kayak kamu punya yah kurang lebih 8 bulan kali, tapi kalau mau yang lebih murah yah bisa 4 bulan koq" jawab si mami. "Ok aku mau" jawab dia dengan semangat. "Kalau untuk benerin tablet aku yang lama berapa lama harus bantuinnya??" tanya dia saat ingat ada tablet dia yang lama yang cuma rusak buat men'charge nya saja. "Gak tahu boy, nanti kita tanya saja yah ke tokonya" jawab saya. "This weekend yah daddy" dia meminta dan saya menyanggupinya.
Dia benar-benar sedih karena kehilangan bahan mainan dia ini dan sekarang dia harus menanggung resikonya dan bekerja untuk bisa mendapatkan yang baru atau memebetulkan yang lama yang sudah rusak, itupun kalau masih bisa di perbaiki. Inilah kesan yang saya dapati dari wajahnya malam itu. Bahkan mau tidurpun dia tampak gelisah.
"Ini boy tablet kamu" kata saya sembari memberikan tabletnya. "What?? Jadi ketemu yah tabletnya" dia benar-benar senang menerima tabletnya ini. "Apa yang kamu bisa pelajari dari sini??" pertanyaan yang slealu saya tanyakan setiap membahas sebuah pengalaman. "Yang terpenting dari sini yaitu kamu harus belajar dan bisa lebih bertanggung jawab terhadap barang dan hidup kamu" saya memulai ceramah. "Tidak gampang untuk bisa membeli sesuatu. Kamu harus bekerja keras untuk itu dan makanya kamu harus menjaganya" kata saya. "Begitupun hidup kamu. Kalau kamu tidak bisa mempertanggung jawabkan hidup kamu maka tidak akan ada orang yang bakal mau mempercayai kamu" lanjut saya.
"Daddy sama mami juga belajar lho dari sini..." saya masih menerangkan. "Belajar supaya tidak marah-marah karena kecerobohan kamu dan belajar mau menerima kalau memang tablet itu harus hilang" lanjut saya lagi. "But luckily itu tablet memang masih milik kamu jadi kamu masih bisa dapat kembali" saya menutup ceramah.
"I love you and Jesus Bless you" kata saya sembari mencium dan memberkati keningnya dan dia pun mengatakan dan melakukan ritual yang sama kepada saya. "Ingat supaya lebih responsible with your stuff and your life (sama barang dan hidup kamu) yah" pesan terakhir saya kepada dia malam itu.
Buat si boy tidak bosan karena harus menunggu kita saat bertemu dengan wali kelas si cici, si mami menyarankan si boy membawa tablet dia sebagai sarana entertain dia. Saat kita makan di restoran pun dia juga membawa tablet dia ini.
"Mami tablet saya mana yah??" tanya si boy saat pulang dari latihan basketnya jam 7.30 malam di hari yang sama. "Lah memangnya mami yang bawa??" si mami bertanya balik ke si boy. Kalang kabutlah si boy dan langusng mencari di mobil saya, yang tadi kita pakai untuk pergi ke sekolah si cici dan latihan basket si boy.
"Kayaknya kamu tidak bawa tablet kamu deh setelah kita selesai makan tadi" si mami menerka nerka. "Kan aku minta mami bawain" kata si boy lagi. "Lah itu kan tablet kamu, masa mami yang bawain??" jawab si mami. "Lagian kan tadi mami suruh kamu tinggalin saja nampannya jadi kamu bisa bawa tablet kamu" si mami mengingatkan percakapan dengan si boy sebelum kita keluar dari resto ini.
"Hhmm kalau begitu artinya tablet kamu ketinggalan deh" kata si mami ke dia. Dan akhirnya kita pergi lagi ke restoran tadi. Untungnya tablet si boy ini di temukan oleh salah satu pelayan restoran tersebut dan menitipkannya kepada manager yang sedang bertugas.
"Sudah tidak ada boy" kata saya saat kita tiba di rumah. "Koq bisa tidak ada??" kata si boy dengan nada kecewa. "Yah namanya juga restoran yang banyak pengunjungnya, dan kita sudah keluar dari restoran tersebut dari jam 5.30...jadi yah maklumlah kalau sudah tidak ada" saya menjawab pertanyaan dia tadi. Tampak sekali kekecewaan di raut wajahnya. "Nah makanya kamu harus lebih bertanggung jawab dengan semua barang-barang kamu" si mami memberi ceramah.
"Ya sudah sekarang kamu tidak usah main tablet lagi saja deh" kata saya dengan ringan. "Tapi daddy mau beliin lagi kan??" tanya dia dengan penuh harap. "Iya, nanti mami sama daddy beliin lagi tapi kan harus simpan uang dulu baru bisa beli lagi" jawab saya. "Kalau minggu besok kita ada uang lebih dan bisa beli, yah kita beliin minggu besok. Tapi kalau bulan besok atau tahun besok baru ada uangnya...yah kamu juga harus sabar dan menunggu" lanjut saya lagi. Tentu saja jawaban saya ini membuat dia semakin kecewa.
"Kalau kamu mau, kamu bantuin mami sama daddy boy" si mami memberi saran. "Nanti kita kasih kamu $50 sebulan kalau kamu mau beresin tempat tidur kamu, lap piring, lipetin baju kamu, dusting dan semua kerjaan rumah untuk bantuin kita" lanjut mami lagi. "Berapa lama sampai bisa beli lagi mami??" dia tertarik dan langsung mau berhitung. "Yah kalau mau yang kayak kamu punya yah kurang lebih 8 bulan kali, tapi kalau mau yang lebih murah yah bisa 4 bulan koq" jawab si mami. "Ok aku mau" jawab dia dengan semangat. "Kalau untuk benerin tablet aku yang lama berapa lama harus bantuinnya??" tanya dia saat ingat ada tablet dia yang lama yang cuma rusak buat men'charge nya saja. "Gak tahu boy, nanti kita tanya saja yah ke tokonya" jawab saya. "This weekend yah daddy" dia meminta dan saya menyanggupinya.
Dia benar-benar sedih karena kehilangan bahan mainan dia ini dan sekarang dia harus menanggung resikonya dan bekerja untuk bisa mendapatkan yang baru atau memebetulkan yang lama yang sudah rusak, itupun kalau masih bisa di perbaiki. Inilah kesan yang saya dapati dari wajahnya malam itu. Bahkan mau tidurpun dia tampak gelisah.
"Ini boy tablet kamu" kata saya sembari memberikan tabletnya. "What?? Jadi ketemu yah tabletnya" dia benar-benar senang menerima tabletnya ini. "Apa yang kamu bisa pelajari dari sini??" pertanyaan yang slealu saya tanyakan setiap membahas sebuah pengalaman. "Yang terpenting dari sini yaitu kamu harus belajar dan bisa lebih bertanggung jawab terhadap barang dan hidup kamu" saya memulai ceramah. "Tidak gampang untuk bisa membeli sesuatu. Kamu harus bekerja keras untuk itu dan makanya kamu harus menjaganya" kata saya. "Begitupun hidup kamu. Kalau kamu tidak bisa mempertanggung jawabkan hidup kamu maka tidak akan ada orang yang bakal mau mempercayai kamu" lanjut saya.
"Daddy sama mami juga belajar lho dari sini..." saya masih menerangkan. "Belajar supaya tidak marah-marah karena kecerobohan kamu dan belajar mau menerima kalau memang tablet itu harus hilang" lanjut saya lagi. "But luckily itu tablet memang masih milik kamu jadi kamu masih bisa dapat kembali" saya menutup ceramah.
"I love you and Jesus Bless you" kata saya sembari mencium dan memberkati keningnya dan dia pun mengatakan dan melakukan ritual yang sama kepada saya. "Ingat supaya lebih responsible with your stuff and your life (sama barang dan hidup kamu) yah" pesan terakhir saya kepada dia malam itu.
Label:
Guiding and Teaching,
Parenting
Lokasi:
New Zealand
Minggu, 10 April 2016
Lebih Organise
"Ayo boy kita pergi sekarang" saya memberi aba-aba kepada dia. Yup, tadi jam 9 kurang 10 menit saya dan dia harus sudah pergi untuk les berenang dia yang di mulai jam 9 pagi. "Nih handuknya kenapa masih di bangku??" tanya saya ke dia. Tanpa basa basi tentu dia langusng lari memasukan handuknya ke dalam tas untuk perlengkapan renang dia, yang baru saya ambil dari garasi.
"Wait daddy, aku belum ambil botol minumnya" kata dia saat memasuki mobil, dan dengan muka bersalah. "Ya sudah sana ambil cepetan" perintah saya ke dia. Ngacirlah dia secepatnya mengambil itu botol minumannya. Sialnya dia harus lari sana sini dulu sebelum menemukannya. "Hhhhmmm siap-siap deh nih bakal di ceramahin daddy" pasti dia sudah langsung ke pikiran untuk ini.
"Kenapa kamu belum organise hari ini??" tanya saya sembari rada marah, menunjukan ke tidak sukaan saya ini. Tentu saja dia diam karena tahu dia salah. "Daddy lihat kamu tadi busy sama tablet kamu kan. Pasti kamu lagi main, iya nggak??" saya mencoba menggali jawaban dari diamnya dia ini.Tentu saja dia mengangguk. Karena sudah pasti daddynya mengawasi dan tahu apa saja yang mereka lakukan.
"Kamu tahu kamu mulai les jam 9 kan??" tanya saya ke dia. Dia mengangguk. "Biasanya kamu organise, kenapa hari ini nggak??" tanya saya ke dia lagi. "Ok karena kamu sibuk main game" saya menjawab pertanyaan saya sendiri lagi karena dia diam lagi. "Kamu tahu daddy nggak suka kalau kamu tidak organise kan??" lanjut pertanyaan saya, dan dia pun mengangguk. "Kamu tahu bagaimana kamu bisa belajar supaya next time daddy nggak marah sama behaviour kamu yang nggak organise ini??" lagi saya bertanya. "Lebih organise dan bukan main melulu" dia menjawab. "Good, bukan sebaliknya. Kalau kamu organise kamu cuma butuh maximum 10 menit dan selebihnya kamu bisa enjoy. Tapi kalau kamu enjoy dulu terus baru try to organise in the last minutes...konsekuensinya kamu bakal di marahin daddy" saya memberi arahan dan konsekuensi soal organise ini.
Biar dia baru 9 tahun, bahkan kami sudah mulai saat cici dan boy lebih muda lagi, kita sudah menanamkan pentingnya mengatur waktu. Sabtu sabtu sebelumnya saya tiadk pernah marah karena hal ini karena dia selalu tahu dan siap semuanya sebelum kita berangkat. Dia selalu menyiapkan semuanya sendiri, tanpa bantuan saya atau orang rumah lainnya, dari baju renang, handuk, celana dalam, dan lain-lainnya.
Sekali-kali kejadian kayak begini saya rasa wajar, apalagi buat mereka yang masih anak-anak, tapi tetap dapat peringatan supaya lain kali tidak begini lagi. Karena dengan begini mereka belajar arti dari disiplin itu dan cepat atau lambat mereka harus tahu juga konsekuensi dari ketidak disiplinan atau kurang organisenya mereka ini. Nah inilah tugas orang tua untuk rajin memberi arahan dan didikan, sekaligus mengingatkan kepada mereka arti organise dan konsekuensinya. Dan dengan komunikasi dan interaksi inilah bisa tercapai tujuan membuat buah hati kita bisa lebih organise, mandiri dan belajar atau mengerti konsekuensi.
Ngomong-ngomong soal organise, secara tidak langsung juga berhubungan dengan ke mandirian lho. Saya aad beberapa contoh untuk hal ini di dalam tulisan lama saya. Nanti saya masukan di tulisan berikutnya.
"Wait daddy, aku belum ambil botol minumnya" kata dia saat memasuki mobil, dan dengan muka bersalah. "Ya sudah sana ambil cepetan" perintah saya ke dia. Ngacirlah dia secepatnya mengambil itu botol minumannya. Sialnya dia harus lari sana sini dulu sebelum menemukannya. "Hhhhmmm siap-siap deh nih bakal di ceramahin daddy" pasti dia sudah langsung ke pikiran untuk ini.
"Kenapa kamu belum organise hari ini??" tanya saya sembari rada marah, menunjukan ke tidak sukaan saya ini. Tentu saja dia diam karena tahu dia salah. "Daddy lihat kamu tadi busy sama tablet kamu kan. Pasti kamu lagi main, iya nggak??" saya mencoba menggali jawaban dari diamnya dia ini.Tentu saja dia mengangguk. Karena sudah pasti daddynya mengawasi dan tahu apa saja yang mereka lakukan.
"Kamu tahu kamu mulai les jam 9 kan??" tanya saya ke dia. Dia mengangguk. "Biasanya kamu organise, kenapa hari ini nggak??" tanya saya ke dia lagi. "Ok karena kamu sibuk main game" saya menjawab pertanyaan saya sendiri lagi karena dia diam lagi. "Kamu tahu daddy nggak suka kalau kamu tidak organise kan??" lanjut pertanyaan saya, dan dia pun mengangguk. "Kamu tahu bagaimana kamu bisa belajar supaya next time daddy nggak marah sama behaviour kamu yang nggak organise ini??" lagi saya bertanya. "Lebih organise dan bukan main melulu" dia menjawab. "Good, bukan sebaliknya. Kalau kamu organise kamu cuma butuh maximum 10 menit dan selebihnya kamu bisa enjoy. Tapi kalau kamu enjoy dulu terus baru try to organise in the last minutes...konsekuensinya kamu bakal di marahin daddy" saya memberi arahan dan konsekuensi soal organise ini.
Biar dia baru 9 tahun, bahkan kami sudah mulai saat cici dan boy lebih muda lagi, kita sudah menanamkan pentingnya mengatur waktu. Sabtu sabtu sebelumnya saya tiadk pernah marah karena hal ini karena dia selalu tahu dan siap semuanya sebelum kita berangkat. Dia selalu menyiapkan semuanya sendiri, tanpa bantuan saya atau orang rumah lainnya, dari baju renang, handuk, celana dalam, dan lain-lainnya.
Sekali-kali kejadian kayak begini saya rasa wajar, apalagi buat mereka yang masih anak-anak, tapi tetap dapat peringatan supaya lain kali tidak begini lagi. Karena dengan begini mereka belajar arti dari disiplin itu dan cepat atau lambat mereka harus tahu juga konsekuensi dari ketidak disiplinan atau kurang organisenya mereka ini. Nah inilah tugas orang tua untuk rajin memberi arahan dan didikan, sekaligus mengingatkan kepada mereka arti organise dan konsekuensinya. Dan dengan komunikasi dan interaksi inilah bisa tercapai tujuan membuat buah hati kita bisa lebih organise, mandiri dan belajar atau mengerti konsekuensi.
Ngomong-ngomong soal organise, secara tidak langsung juga berhubungan dengan ke mandirian lho. Saya aad beberapa contoh untuk hal ini di dalam tulisan lama saya. Nanti saya masukan di tulisan berikutnya.
Mandiri dan Konsekuensi
"Daddy aku tadi tidak berenang
tuh gara-gara daddy tidak ingetin aku bawa baju renangnya" kata cici ke
saya saat saya baru pulang kerja. "Oh ya?? Enak tidak gak berenang??"
saya bertanya dengan cheekynya.
"Yah gak enaklah...kan lebih enak berenang daripada bengong ngelihatin
teman-teman aku berenang" jawab cici. "Jadi yang salah daddy tidak
ingatin kamu untuk bawa baju renang kamu??" tanya saya lagi ke dia. Cici
mulai berpikir. "Salah aku juga sih yang tidak organise" cici
mengakuinya.
"Daddy reading book aku ada di
tas tidak??" tanya si boy. "Lho yang reading siapa boy?? Yang perlu
masukin ke tas kamu siapa boy??" tanya saya ke dia. "Aku" jawab
dia. "Nah jadi kamu yang harusnya tahu dan siapin semuanya kan" kata
saya ke dia lagi. Boy mengangguk setuju. "Good boy...I'm proud of you
kalau kamu bisa mengerti ini" puji saya buat si boy yang dulu masih 4
tahun ini.
Siapa sih orang tua yang tidak
sayang anaknya. Saya juga sayang sama cici dan boy. Karena sayangnya saya sama mereka saya dan mami selalu berusaha
membimbing mereka untuk bisa mandiri. Dari hal kemandirian ini juga kami mengajarkan mereka soal konsekuensi.
Siapa sih yang senang melihat teman-temannya berenang dan kita cuma melihat
mereka saja, seperti yang dialami cici. Atau misalnya si boy lupa bawa bukunya
sehingga dia tidak bisa membaca buku untuk hari itu.
Label:
Guiding and Teaching,
Parenting
Lokasi:
New Zealand
Sabtu, 09 April 2016
Menjadi Suami Sejati (Katanya)
Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang kekar,
Tetapi dari kasih sayangnya pada orang disekitarnya
Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang,
Tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran
Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya,
Tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa
Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari bagaimana dia dihormati ditempat
bekerja, Tetapi dari bagaimana dia dihormati di dalam rumah
Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan,
Tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan
Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang,
Tetapi dari hati yang ada dibalik itu
Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari banyaknya wanita yg memuja,
Tetapi komitmennya terhadap wanita yang dicintainya
Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari barbel yang dibebankan,
Tetapi dari tabahnya dia menghadapi lika-liku kehidupan
Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari kerasnya membaca kitab suci,
Tetapi dari konsistennya dia menjalankan apa yang ia baca.
Saya mendapat kutipan ini dari salah satu blog (Komunitas Bunda Suci) yang saya LIKE di fesbuk saya. Tentu saja ini bisa menjadi catatan buat saya sebagai seorang laki-laki yang masih perlu banyak belajar untuk bisa menjadi seperti contoh-contoh di dalam kutipan di atas.
Nah yang menjadi pertanyaan saya, bagaimana menjadi suami sejati itu?? Memangnya beda menjadi laki-laki sama menjadi suami?? Bukannya suami itu juga laki-laki?? Dilihat dari segi gender atau jenis kelamin yah tentu samalah tapi kalau di lihat dari segi tanggung jawabnya yang mungkin agak berbeda sedikit. Maksudnya?? Misalnya di katakan laki-laki sejati itu di lihat dari kasih sayangnya pada orang sekitar. Yup, ini betul dan saya setuju. Nah sebagai suami tentu harus lebih pintar dalam memaknai kalimat ini. Tentu saja kasih sayang pada orang sekitarnya tentu di mulai dari keluarga sendiri baru jaraknya mulai di perlebar atau perluas.
Contoh lainnya di katakan laki-laki sejati itu di lihat dari bagaimana dia di hormati di dalam rumah. Kalau saya lebih memilih untuk di cintai atau bisa di ajak bekerja sama di banding di hormati. Karena dengan di cintai atau di ajak bekerja sama artinya saya sudah otomatis mendapat respek itu sendiri. Coba kalau sebagai suami di hormati karena bekerja dan membiayai keluarga saja tapi tidak mau membantu istri atau anak di rumah, suami atau bapak macam begini tentu mendapat hormat tapi juga mendapat ocehan dan keluhan dari istrinya kan??
Beberapa tips tambahan dari saya untuk bisa menjadi suami sejati atau suami yang selalu baper dan bawel, antara lain:
Suami sejati bukanlah di lihat dari 6 pack di perutnya
tapi di lihat dari 0 packnya karena selalu ngabisin masakan istrinya.
Suami sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak uang yang di hasilkannya
tapi di lihat dari bagaimana cara menghabiskan uang yang di hasilkannya untuk keluarga
Suami sejati bukan dilihat dari pintarnya jadi pujangga atau penyair
tapi juga yang bisa mengarang cerita sebelum anaknya tidur malam
Suami sejati bukan hanya yang bisa nemenin istri di ranjang
tapi juga yang mau ketiduran nemenin anaknya saat malam
Suami sejati bukan hanya yang hobi bikin anak
tapi juga yang harus tahu cara ngajarin dan nyenengin anak
Suami sejati bukan hanya yang rajin muji saat pacaran
tapi yang tetap bangga dan tetap napsu biar dikit beda
Suami sejati bukan hanya yang humoris saja
tapi yang harus rela di cap cupu, cemen, geblek atau mabok sama istri dan anak-anaknya
Suami sejati bukan di lihat dari kemampuan mengangkat beban hidup keluarga
tapi juga di lihat dari seberapa kuat menahan tendangan, klepakan atau jitakan bini saat lagi koplak
Apa benar tipsnya bisa di percaya?? Yah jangan di percaya mentah-mentahlah...saya saja masih sering di ocehin sampai di kepret si mami koq mau dipercaya.....Untuk tahu pastinya yah tanya sendiri korban anda sebagai suami, yah siapa lagi kalau bukan istri dan anak di rumah.
Minggu, 03 April 2016
Menjadi Detektif buat Anak
Mempercayai anak memang perlu begitupun dalam hal mengawasi semua kegiatan maupun komunikasi yang mereka lakukan. Bagaimana orang tua bisa mengawasi kegiatan anak-anaknya, khususnya yang sudah remaja??
Hal yang mudahnya yah orang tua harus tetap menjaga hubungan dengan mereka. Berkomunikasi dan berinteraksi dengan mereka setiap ada kesempatan. Menanyakan apa yang mereka pelajari dan lakukan saat tidak berada dengan orang tuanya. Dengan siapa mereka berteman. Apa yang membuat mereka senang maupun tidak senang hari ini. Atau juga apa ada hal yang perlu di bantu oleh kita. Inilah pertanyaan pertanyaan yang selalu saya dan mami tanyakan kepada cici dan boy saat bertemu dengan mereka dan membuat mereka bercerita tentang apa yang mereka alami seharian.
Cara yang tidak mudahnya yah dengan menjadi detektif. Maksudnya?? Yah orang tua harus pintar mengamati apa yang mereka lakukan. Tugas membereskan kamar kadang kami suruh cici untuk melakukannya namun sering kali kami pun melakukannya saat dia sudah membantu dalam hal lainnya. Hal ini untuk lebih memudahkan saya dan mami dalam mengecek apa saja yang ada di dalam kamar mereka. Anak tentu pintar, saat ada orang yang memindahkan barang yang ada di kamarnya mereka tentu tahu. Dan untuk mengurangi rasa curiga mereka saat kita melakukan pengawasan ini, yah dengan cara membiasakan membereskan kamar mereka.
Sering kali pula saya mengecek handphone dan tablet yang mereka punya. Jadi sebagai orang tua tentu harus tahu semua password (kalau ada) untuk semua gadget mereka. Tentu saja orang tua juga harus memberi contoh untuk hal ini. Seperti handphone saya maupun mami yang mereka bisa pakai kapan saja saat mereka inginkan. Sehingga kami menunjukan kalau tidak ada rahasia rahasiaan di antara kami.
Kenapa harus menjadi detektif?? Yah namanya juga pernah remaja, jadi tahu bagaimana tantangannya dulu. dan bagaimana pintarnya saya dulu juga. Yup, mungkin kesannya kami orang tua yang paranoid dan tidak percaya kepada buah hati kami. Tapi buat kami rasanya lebih mudah menjaga daripada mengobati. Daripada terlambat dan mereka sudah terlalu jauh untuk di kembalikan ke jalan yang benar, lebih baik di lakukan pengawasan ekstra sebelumnya. Kalau tidak percaya, silahkan tanya sama yang dulu mudanya bandel atau kakek nenek yang dulunya punya anak remajanya ngerepotin. Jadi dengan memanfaatkan pernah jadi abege duluan inilah, kita belajar dalam membimbing dan mendidik buah hati kita. Namun tentu saja harus up to date dan mau belajar dari mereka dan apa yang mereka hadapi.
Karena saking sayangnya sama si butipul cemena (cici) dan baba bleketek (boy) makanya mami dan saya harus mau repot dan bisa berperan sebagai orang tua, guru, sahabat, konselor, motivator bahkan detektif pula. Yup, inilah seninya menjadi orang tua yang pintar...benerkan??
Hal yang mudahnya yah orang tua harus tetap menjaga hubungan dengan mereka. Berkomunikasi dan berinteraksi dengan mereka setiap ada kesempatan. Menanyakan apa yang mereka pelajari dan lakukan saat tidak berada dengan orang tuanya. Dengan siapa mereka berteman. Apa yang membuat mereka senang maupun tidak senang hari ini. Atau juga apa ada hal yang perlu di bantu oleh kita. Inilah pertanyaan pertanyaan yang selalu saya dan mami tanyakan kepada cici dan boy saat bertemu dengan mereka dan membuat mereka bercerita tentang apa yang mereka alami seharian.
Cara yang tidak mudahnya yah dengan menjadi detektif. Maksudnya?? Yah orang tua harus pintar mengamati apa yang mereka lakukan. Tugas membereskan kamar kadang kami suruh cici untuk melakukannya namun sering kali kami pun melakukannya saat dia sudah membantu dalam hal lainnya. Hal ini untuk lebih memudahkan saya dan mami dalam mengecek apa saja yang ada di dalam kamar mereka. Anak tentu pintar, saat ada orang yang memindahkan barang yang ada di kamarnya mereka tentu tahu. Dan untuk mengurangi rasa curiga mereka saat kita melakukan pengawasan ini, yah dengan cara membiasakan membereskan kamar mereka.
Sering kali pula saya mengecek handphone dan tablet yang mereka punya. Jadi sebagai orang tua tentu harus tahu semua password (kalau ada) untuk semua gadget mereka. Tentu saja orang tua juga harus memberi contoh untuk hal ini. Seperti handphone saya maupun mami yang mereka bisa pakai kapan saja saat mereka inginkan. Sehingga kami menunjukan kalau tidak ada rahasia rahasiaan di antara kami.
Kenapa harus menjadi detektif?? Yah namanya juga pernah remaja, jadi tahu bagaimana tantangannya dulu. dan bagaimana pintarnya saya dulu juga. Yup, mungkin kesannya kami orang tua yang paranoid dan tidak percaya kepada buah hati kami. Tapi buat kami rasanya lebih mudah menjaga daripada mengobati. Daripada terlambat dan mereka sudah terlalu jauh untuk di kembalikan ke jalan yang benar, lebih baik di lakukan pengawasan ekstra sebelumnya. Kalau tidak percaya, silahkan tanya sama yang dulu mudanya bandel atau kakek nenek yang dulunya punya anak remajanya ngerepotin. Jadi dengan memanfaatkan pernah jadi abege duluan inilah, kita belajar dalam membimbing dan mendidik buah hati kita. Namun tentu saja harus up to date dan mau belajar dari mereka dan apa yang mereka hadapi.
Karena saking sayangnya sama si butipul cemena (cici) dan baba bleketek (boy) makanya mami dan saya harus mau repot dan bisa berperan sebagai orang tua, guru, sahabat, konselor, motivator bahkan detektif pula. Yup, inilah seninya menjadi orang tua yang pintar...benerkan??
Label:
Catatan harian,
Parenting
Lokasi:
New Zealand
Sabtu, 02 April 2016
Kenalan di Medsos
"Hey guys, daddy mau kamu nonton ini nih" kata saya ke cici dan boy sekitar 2 minggu yang lalu. Sehari sebelumnya saya sempat menonton acara ini dari salah satu link teman yang ada di fesbuk, yang berasal dari Youtube. Sayangnya saya lupa apa nama program di Youtube'nya ini yang menerangkan bahayanya buat para teenager atau abege berkenalan dengan stranger di medsos.
Si pembawa acara ini menyamar sebagai seorang remaja pria yang berusia belasan tahun untuk mengakali remaja wanita. Para remaja wanita ini dipancing-pancing sehingga mau membuat janjian untuk bertemu di suatu tempat dan ada juga yang di jebak untuk masuk ke dalam mobil.
Hal yang sama pun di lakukan untuk menjebak remaja pria. Ada beberapa dari mereka yang sampai rela di suruh masuk ke rumah orang yang tidak di kenal ini tanpa ada orang lain yang tahu keberadaan mereka. Orang tua mereka sampai tidak percaya apa yang mereka lihat. Karena banyak dari mereka yang dengan sengaja membohongi orang tuanya untuk bisa bertemu dengan si pria atau wanita yang sebenarnya totally stranger ini.
"Apa yang kamu bisa pelajari dari yang baru kamu tonton ini??" pertanyaan klasik yang selalu saya tanyakan kepada mereka saat berdiskusi dengan mereka.
"Jangan mudah percaya sama orang baru kenal, jangan mau di ajak sama stranger, dan jangan jangan lainnya" inilah jawaban mereka yang silih berganti.
"Kalau daddy bilang yang paling penting dari sini yaitu komunikasi" saya mulai memberi opini saya. "Daddy sama mami mau kamu selalu kasih tahu kemana kamu pergi, sama siapa dan alasannya serta kamu harus jujur buat semuanya" saya melanjutkan. "Kita juga selalu tanya sama siapa kamu hang out at school dan siapa juga teman-teman yang sering berkomunikasi dengan kamu. Dan kalau ada teman baru kamu harus kasih tahu kita pula" saya masih menerangkan makna komunikasi yang kita inginkan.
"Kamu tahu kenapa kita mau tahu semuanya ini??" tanya saya lagi ke mereka. Tentu saja mereka mengangguk. "Kamu pasti dengar apa kata parents mereka kan...karena mereka sayang sama anak-anaknya dan tidak mau kehilangan anak-anaknya. Nah begitupun mami and daddy dan itulah yang bakal kita rasakan kalau sampai kejadian sama kalian" saya menerangkan. "But we are not going to do that" kata cici dan boy hampir bersamaan. "Good kalau memang begitu. Tapi our responsibility untuk terus mengingatkan kamu" saya memberi tahu mereka. "Kamu lihat parents nya mereka juga sering dengar dari anak-anaknya kalimat yang seperti yang baru kamu katakan" lanjut saya me'refer apa yang orang tua mereka dengar dari kata-kata buah hati mereka saat mereka berbincang-bincang sebelumnya di keluarga mereka. "Toh nyatanya mereka masih saja terjebak kan" kata saya lagi.
Percaya sama anak memang perlu tapi bukan berarti harus 100 persen karena bagaimanapun juga anak masih membutuhkan bimbingan dan didikan dari orang tuanya sampai mereka benar-benar sudah bisa untuk berpikir dewasa. Bagaimana kita bisa tahu mereka sudah bisa berpikir dewasa atau belum?? Yah tentu saja dengan bertambahnya umur mereka serta seringnya berkomunikasi dan berinteraksi dengan mereka.
Selain bertanya langsung dengan anak-anak kita tentang teman-teman mereka, salah satu tugas dari orang tua juga harus bisa menjadi detektif. Maksudnya?? Tunggu saja tulisan saya berikutnya yah.
Si pembawa acara ini menyamar sebagai seorang remaja pria yang berusia belasan tahun untuk mengakali remaja wanita. Para remaja wanita ini dipancing-pancing sehingga mau membuat janjian untuk bertemu di suatu tempat dan ada juga yang di jebak untuk masuk ke dalam mobil.
Hal yang sama pun di lakukan untuk menjebak remaja pria. Ada beberapa dari mereka yang sampai rela di suruh masuk ke rumah orang yang tidak di kenal ini tanpa ada orang lain yang tahu keberadaan mereka. Orang tua mereka sampai tidak percaya apa yang mereka lihat. Karena banyak dari mereka yang dengan sengaja membohongi orang tuanya untuk bisa bertemu dengan si pria atau wanita yang sebenarnya totally stranger ini.
"Apa yang kamu bisa pelajari dari yang baru kamu tonton ini??" pertanyaan klasik yang selalu saya tanyakan kepada mereka saat berdiskusi dengan mereka.
"Jangan mudah percaya sama orang baru kenal, jangan mau di ajak sama stranger, dan jangan jangan lainnya" inilah jawaban mereka yang silih berganti.
"Kalau daddy bilang yang paling penting dari sini yaitu komunikasi" saya mulai memberi opini saya. "Daddy sama mami mau kamu selalu kasih tahu kemana kamu pergi, sama siapa dan alasannya serta kamu harus jujur buat semuanya" saya melanjutkan. "Kita juga selalu tanya sama siapa kamu hang out at school dan siapa juga teman-teman yang sering berkomunikasi dengan kamu. Dan kalau ada teman baru kamu harus kasih tahu kita pula" saya masih menerangkan makna komunikasi yang kita inginkan.
"Kamu tahu kenapa kita mau tahu semuanya ini??" tanya saya lagi ke mereka. Tentu saja mereka mengangguk. "Kamu pasti dengar apa kata parents mereka kan...karena mereka sayang sama anak-anaknya dan tidak mau kehilangan anak-anaknya. Nah begitupun mami and daddy dan itulah yang bakal kita rasakan kalau sampai kejadian sama kalian" saya menerangkan. "But we are not going to do that" kata cici dan boy hampir bersamaan. "Good kalau memang begitu. Tapi our responsibility untuk terus mengingatkan kamu" saya memberi tahu mereka. "Kamu lihat parents nya mereka juga sering dengar dari anak-anaknya kalimat yang seperti yang baru kamu katakan" lanjut saya me'refer apa yang orang tua mereka dengar dari kata-kata buah hati mereka saat mereka berbincang-bincang sebelumnya di keluarga mereka. "Toh nyatanya mereka masih saja terjebak kan" kata saya lagi.
Percaya sama anak memang perlu tapi bukan berarti harus 100 persen karena bagaimanapun juga anak masih membutuhkan bimbingan dan didikan dari orang tuanya sampai mereka benar-benar sudah bisa untuk berpikir dewasa. Bagaimana kita bisa tahu mereka sudah bisa berpikir dewasa atau belum?? Yah tentu saja dengan bertambahnya umur mereka serta seringnya berkomunikasi dan berinteraksi dengan mereka.
Selain bertanya langsung dengan anak-anak kita tentang teman-teman mereka, salah satu tugas dari orang tua juga harus bisa menjadi detektif. Maksudnya?? Tunggu saja tulisan saya berikutnya yah.
Label:
Guiding and Teaching,
Parenting
Lokasi:
New Zealand
Memberi Anak 6 Tahun Minum Bir dan Wine
Iseng-iseng lihat isi kulkas karena lagi nyari minuman atau makanan yang bisa di nikmatin saat lagi iseng begini. "Buah banyak tapi bosen, mau makan tapi belum lama lunch, jus ada tapi lagi gak niat...ehmm kira-kira apa yah" pikir saya dalam hati. Hhhmmm ada 3 botol bir sisa dari barbeque'an minggu lalu nih...yah minum ini saja deh, akhirnya saya membuat keputusan.
Biar bukan penyuka bir, wine atau minuman alkohol lainnya, tapi sekali kali tidak ada salahnya koq minum. Biasanya sih saya minum wine, brandy atau rum buat di campur saat makan es krim pas lagi summer atau di saat malam yang dingin sebelum tidur di winter.
"Mau cobain gak ini??" tanya saya ke si cici yang lagi belajar di kamar, sembari menyodorkan botol bir dingin yang baru saya buka. "Bukannya aku pernah coba??" tanya dia ke saya. "Mungkin sih, tapi yang merek ini kayaknya belum pernah sih" jawab saya. "Memangnya beda??" tanya dia lagi. "Daddy bilang sih semua bir rasanya mriip-miriplah" saya menjawab. "Yuck nggak enak" komen si cici setelah mencicipi seteguk bir ini. "That's ok kalau kamu tidak suka, malah daddy senang kamu tidak suka koq karena daddy sendiri sebenarnya pun tidak suka" saya membalas komen dia ini. "Paling tidak kamu tahu rasanya" lanjut komen saya.
Saya pun menawarkan bir ini kepada si boy. "Bukannya musti 18 tahun baru boleh minum bir daddy??" dia bertanya ke saya. "Menurut hukum ya harus 18 tahun" saya mengiyakan komen dia ini. "Tapi daddy cuma mau memberi sedikit bimbingan pelajaran buat kamu" kata saya lagi.
Tentu saja pelajaran dan bimbingan yang saya berikan kepada mereka tidak lain dan tidak bukan adalah mengenai apa saja yang mereka boleh atau pun yang tidak boleh mereka konsumsi. Sebenarnya ini bukan hal baru buat mereka, karena saat mereka masih di bawah 5 tahun pun saya sudah memberikan mereka arahan tentang pengaruh alkohol yang di abuse (terlalu banyak di konsumsi). Setiap ada acara di tv tentang alkohol, saya dan mami selalu mengajak mereka untuk melihat akbibat dari mereka yang menggunakannya secara berlebihan dan mendiskusikannya secara bersama.
"Apa yang kamu rasakan saat minum wine??" saya pernah bertanya kepada mereka saat memberi mereka untuk mencoba wine. "It's funny taste and bitter" komen si boy yang saat itu masih 6 tahun. "Do you feel warm??" tanya saya lagi ke mereka dan tentu saja mereka mengangguk. "Nah itulah alkohol" saya menerangkan ke mereka. "Semakin kamu banyak minumnya, kamu akan semakin merasa hangat dan juga semakin pusing. Itu efek dari alkohol" lanjut saya lagi. "Dan pada akhirnya kamu bisa tidak tahu apa yang kamu lakukan karena head ache and behaviour kamu totally nggak bisa di kontrol, sehingga buat some people langsung tidur dan the other some jadi aggresive or silly" saya masih meneruskan.
Banyak orang tua yang hanya tahu melarang anaknya untuk jangan begini atau tidak boleh begitu tapi tidak mau repot untuk menerangkan akibat atau efeknya kalau mereka melakukan itu. Sebenarnya cara paling efektif mengajarkan anak-anak kita adalah dengan memberi contoh, bimbingan dan didikan dari apa yang kita lakukan sehari-hari. Termasuk dengan memberikan mereka untuk mencoba semua makanan dan minuman yang kita konsumsi dan memberi batasan-batasan dan penjelasan dalam mengkonsumsinya.
Biar bukan penyuka bir, wine atau minuman alkohol lainnya, tapi sekali kali tidak ada salahnya koq minum. Biasanya sih saya minum wine, brandy atau rum buat di campur saat makan es krim pas lagi summer atau di saat malam yang dingin sebelum tidur di winter.
"Mau cobain gak ini??" tanya saya ke si cici yang lagi belajar di kamar, sembari menyodorkan botol bir dingin yang baru saya buka. "Bukannya aku pernah coba??" tanya dia ke saya. "Mungkin sih, tapi yang merek ini kayaknya belum pernah sih" jawab saya. "Memangnya beda??" tanya dia lagi. "Daddy bilang sih semua bir rasanya mriip-miriplah" saya menjawab. "Yuck nggak enak" komen si cici setelah mencicipi seteguk bir ini. "That's ok kalau kamu tidak suka, malah daddy senang kamu tidak suka koq karena daddy sendiri sebenarnya pun tidak suka" saya membalas komen dia ini. "Paling tidak kamu tahu rasanya" lanjut komen saya.
Saya pun menawarkan bir ini kepada si boy. "Bukannya musti 18 tahun baru boleh minum bir daddy??" dia bertanya ke saya. "Menurut hukum ya harus 18 tahun" saya mengiyakan komen dia ini. "Tapi daddy cuma mau memberi sedikit bimbingan pelajaran buat kamu" kata saya lagi.
Tentu saja pelajaran dan bimbingan yang saya berikan kepada mereka tidak lain dan tidak bukan adalah mengenai apa saja yang mereka boleh atau pun yang tidak boleh mereka konsumsi. Sebenarnya ini bukan hal baru buat mereka, karena saat mereka masih di bawah 5 tahun pun saya sudah memberikan mereka arahan tentang pengaruh alkohol yang di abuse (terlalu banyak di konsumsi). Setiap ada acara di tv tentang alkohol, saya dan mami selalu mengajak mereka untuk melihat akbibat dari mereka yang menggunakannya secara berlebihan dan mendiskusikannya secara bersama.
"Apa yang kamu rasakan saat minum wine??" saya pernah bertanya kepada mereka saat memberi mereka untuk mencoba wine. "It's funny taste and bitter" komen si boy yang saat itu masih 6 tahun. "Do you feel warm??" tanya saya lagi ke mereka dan tentu saja mereka mengangguk. "Nah itulah alkohol" saya menerangkan ke mereka. "Semakin kamu banyak minumnya, kamu akan semakin merasa hangat dan juga semakin pusing. Itu efek dari alkohol" lanjut saya lagi. "Dan pada akhirnya kamu bisa tidak tahu apa yang kamu lakukan karena head ache and behaviour kamu totally nggak bisa di kontrol, sehingga buat some people langsung tidur dan the other some jadi aggresive or silly" saya masih meneruskan.
Banyak orang tua yang hanya tahu melarang anaknya untuk jangan begini atau tidak boleh begitu tapi tidak mau repot untuk menerangkan akibat atau efeknya kalau mereka melakukan itu. Sebenarnya cara paling efektif mengajarkan anak-anak kita adalah dengan memberi contoh, bimbingan dan didikan dari apa yang kita lakukan sehari-hari. Termasuk dengan memberikan mereka untuk mencoba semua makanan dan minuman yang kita konsumsi dan memberi batasan-batasan dan penjelasan dalam mengkonsumsinya.
Label:
Guiding and Teaching,
Parenting
Lokasi:
New Zealand
Langganan:
Postingan (Atom)