Sabtu, 19 September 2015

Mengarahkan untuk Masa Depan

"Jadinya kamu mau ambil tawaran main AFL (Australian Football League, semacam Rugby'nya Australia kalau tidak salah) gak??" saya menggoda cici yang secara tidak terduga di katakan berbakat dan terpilih untuk dilatih AFL yang kemungkinan bisa mewakili negara. Tentu saja dia tahu daddynya menggoda dia karena AFL ini bukan tipe olah raga yang dia mainkan. "Kalau kamu mau coba dan berusaha, tentu akan daddy dan mami bantu dan dukung lho" saya berjanji dan serius kepada dia ini.


Pernah kan merasa bingung saat kita harus memilih, apalagi memilih yang akan menentukan masa depan kita nantinya. Hal inilah yang di alami cici dalam Minggu ini.

Minggu ini si cici di haruskan mengisi formulir  mengenai mata pelajaran apa yang akan dia ambil untuk di tahun besok di kelas 10. Pilihannya ada dari mata pelajaran ekonomi/akuntansi, IT, Graphics, Art, Japanese, Mandarin, Maori, Food Tech, Materials, Music, Literacy, Drama, Dance dan beberapa lagi yang saya sudah lupa. Tentu saja guru-guru pelajaran tersebut memberi arahan mengenai apa yang akan mereka pelajari dan jenjang karir yang mereka bisa lakukan di masa depan mereka.

"Aku sih maunya Japanese, Food Tech sama Art" cici memberi opini dia ini. Tentu saja saya tidak langsung mengiyakan pilihan dia ini karena saya juga ingin tahu apa yang menjadi alasan dia untuk memilih pelajaran-pelajaran tersebut dan seberapa jauh dia mengetahui pelajaran-pelajaran tersebut. Setelah memberikan penjelasan panjang lebar mengenai apa yang saya tanyakan kepada dia ini, barulah saya memberi saran buat dia ini.

Secara keseluruhan tentu saya percaya dengan kemampuan dia yang akan bisa mengikuti apa yang dia pilih. Seperti di bidang musik atau art yang dimana dia mempunyai talenta yang besar ataupun juga di Literacy dimana dia selalu berada di kelas teratas, rasanya tidak akan menjadi kendala buat dia. Dance maupun Drama juga bukan hal baru buat dia, dimana dia selalu mendapat pujian maupun penghargaan untuk hal ini. Tetapi untuk bisa memberi saran yang amat penting ini, tentu saja sebagai orang tua kita harus memberi arahan berdasarkan observasi kami dan yang mungkin yang terbaik yang bisa dia lakukan sebagai karir dia di masa depannya.

"Apa yang kamu pelajari di artnya??" tanya saya. "Kenapa tidak ambil Graphics saja dibanding art??" saya memberi saran akan bidang yang dulu saya pelajari juga sembari memberi penjelasan mengenai kelebihannya di banding art yang menurut cerita dia untuk belajar seni menggambar saja. "Kalau Food Tech'nya hanya untuk bisa masak, mending belajar sama mami yang memang sudah jadi chef" si mami kali ini memberi saran. Setelah bertukar pikirin, akhirnya si cici memutuskan mengambil pelajaran Japanese karena dia merasa perlunya mempelajari dan mengerti lebih dari 1 bahasa (walaupun sekarang dia sudah bisa bahasa Inggris dan Indonesia). Dia juga mengambil mata pelajaran Graphics karena bisa menyalurkan bakat seni dia sekaligus belajar menggunakan komputer dalam mendesign'nya. Dan satunya dia memutuskan mengambil pelajaran Materials, yaitu mempelajari segala macam bahan/material yang bisa di gunakan untuk seni tapi lebih condong ke Apparel.

Banyak orang tua yang berpikiran kalau sudah remaja, anak kita sudah bisa menentukan pilihan dan tahu apa yang ingin di lakukan buat masa depannya. Tetapi kalau di tanya kepada buah hati kita apa benar begitu adanya?? Dari pengalaman pribadi saat remaja maupun dari pengalaman membimbing dan mendidik cici dan boy, rasanya mereka membutuhkan arahan dari orang tua mereka. Di sinilah perlunya peran orang tua, yang seharusnya mengenal talenta dan tahu cita-cita buah hatinya, dalam memberi saran dan menjadi partner penting buat mereka dalam menentukan langkah mereka selanjutnya.

Senin, 14 September 2015

Memberi yang Baik

Dalam perjalanan yang menuju ke Hamilton kemaren, saya bersama cici dan boy ada waktu sekitar 2 jam untuk berbincang-bincang selama perjalanan. Banyak topik yang kita bicarakan, namun ada satu hal yang saya bisa jadikan bahan untuk membimbing dan mengarahkan mereka lebih dalam.

Kita membicarakan mengenai andai si cici atau si boy menjadi selebriti yang terkenal atau orang yang memiliki banyak uang. Kira-kira apa yang ingin atau akan mereka lakukan.

"Aku mau kasih uang kepada orang-orang yang miskin" si boy menjawab cepat. "Kenapa memangnya boy??" tantang saya lagi. "Biar mereka tidak miskin lagi" dia menjawab. "Bukannya dengan begitu kamu malah membuat mereka malah menjadi pemalas??" tanya saya lagi. "Maksud daddy??" dia kebingungan dengan pernyataan saya tadi. "Kalau kamu hanya memberi kepada orang yang miskin tanpa mereka harus bekerja atau berusaha, bukannya mereka malah menjadi malas??" saya mencoba menggali pola pikir jagoan kecil saya yang masih 8 tahun ini.

"Kalau aku mau kasih buat orang yang membutuhkan" kali ini si cici menjawab. "Bagaimana caranya ci??" kali ini saya menantang si cici. "Dengan memberi yang mereka butuhkan" jawab dia. "Apa kamu bisa memberi semua orang-orang yang membutuhkan bantuan kamu itu??" tanya saya lagi. Kali ini si cici yang mulai teenager ini rada kebingungan menjawabnya.

"Daddy really proud of both of you karena kamu mempunyai jiwa sosial dan mau membantu orang-orang yang membutuhkan maupun miskin. Nah yang kamu perlu tahu adalah caranya." saya memuji sekaligus membuka kesempatan untuk bisa membimbing dan mendidik mereka. "Kalau kamu hanya memberi orang-orang miskin saja, itu malah membuat mereka menjadi malas. Tapi juga kamu tidak mungkin bisa memberi bantuan kepada semua orang yang membutuhkan bantuan kamu secara langsung kan...nah perlu di cari caranya" saya memulai ceramah.

"Kamu bisa membuka badan amal untuk menyalurkan bantuan yang ingin kamu berikan. Atau juga membuka rumah sakit atau sekolah maupun kursus-kursus seperti musik yang bisa mengajarkan atau memberikan mereka bekal untuk bisa berusaha untuk diri mereka sendiri" saya memberi saran kepada mereka. "Atau yang mami and daddy lakukan dengan memberi bantuan melalui Gereja berupa uang atau makanan." contoh kecil yang saya berikan kepada mereka.

"Memberi itu baik, tapi kalau tidak tahu cara memberinya malah bisa merusak orang yang kita beri" saya menutup perbincangan topik yang kita bicarakan ini sebelum beralih ngobrol ke hal lainnya.

Target dan Prioritas

Mulai kapan sih sebaiknya kita membimbing dan mengajarkan mengenai Target dan Prioritas kepada anak-anak kita?? Ini sih sekedar salah satu catatan saya saja saat dulu berbincang-bincang dengan cici dan boy di tahun 2011 saat harus tinggal di rumah menunggu kaki lagi mau di operasi.  

"Kenapa mami gak mau belajar piano kayak daddy dan boy??" tanya cici sehabis kita berdoa malam bersama. "Kamu tahu nggak kenapa??" saya balik bertanya kepada dia dan si boy juga. "Soalnya mami tired" jawab si boy. "Betul...mungkin ini salah satu alasannya...ada alasan lainnya??"  tanya saya lagi ke mereka. "Karena mami tidak suka main musik??" jawab cici dengan keraguan. "Mungkin juga karena itu ci" kata saya ke dia. "Kalau daddy bilang karena prioritas mami yang berbeda dari kamu berdua" saya mencoba menerangkan.



"Apa sih itu prioritas daddy??" tanya si boy. "Prioritas itu adalah apa yang kamu mau kerjakan terlebih dahulu" kata saya. "Setiap orang punya prioritas daddy?? gantian cici yang bertanya. "Iya dong...kalau kamu sama boy prioritasnya belajar. Kalau mami prioritasnya help daddy untuk bimbing kamu berdua jadi good boy dan good girl dan mencari uang buat kita bisa bayar rumah dan semua bills" saya menerangkan ke mereka. Belum selesai saya mau menjelaskan tentang prioritas saya, si boy sudah lebih dulu menanyakan hal ini. "Kalau daddy prioritasnya untuk saat ini bisa help mami kerja'in apa saja yang daddy bisa di rumah...seperti ngajarin kamu, ajak main kamu, reading books together sama kamu, dan lain-lainnya" saya menjelaskan sesuai permintaan si boy. "Tapi ini just temporary sampai daddy bisa kerja lagi dan kaki daddy sudah sembuh" saya menambahkan. "Kenapa bisa berubah daddy??" tanya si cici lagi. "Karena depends on the situation and our target juga guys" jawab saya. "Maksud daddy...saat daddy sakit daddy kan gak bisa kerja, jadi mami yang ambil my priority for a while. Contoh lainnya, target buat si boy...kamu musti bisa menulis huruf-huruf  yang tadi daddy sudah ajarin...sendiri. Tidak perlu tanya daddy lagi dan kamu harus confident. Jadi priority kamu ya kamu harus practise untuk ini kan" kata saya. "Kalau kamu target dan priority kamu apa ci??" saya mencoba menantang ide cici. Si cici bingung mau menjawab apa. "Ok daddy help kamu ya....misalnya kamu buat target untuk bisa buat lagu lagi dalam minggu ini. Nah priority kamu yaitu try to get any idea for your song ini" saya menjelaskan ke cici.

"Nah makanya daddy bilang tadi...kalau target dan priority itu selalu berubah-ubah tergantung situasi dan keadaan. Namun yang terpenting kamu harus tahu apa target dan priority kamu, kalau sudah tahu ini kamu harus berusaha untuk bisa get your target. Kalau belum bisa juga...ya keep trying. Belum bisa juga...start to think to use different ways to get the same target" saya memotivasi mereka. "Ayo sekarang tidur...dah malam. Sweet dreams, love and Jesus Bless you guys" kata saya sembari mencium dan memberkati mereka. Never give up guys, daddy and mami will always help you to reach your targets and dreams.