Tidak terasa sudah hampir 20 tahun yang lalu saya jadi pacarnya si mami. Yang awalnya cuma teman pulang ehhh akhirannya jadi bisa teman di ranjang. Yang tadinya cuma bisa megang tangannya saja, sekarang sudah bisa megang......kepalanya, sampai ngejitaknya pula.
Kira-kira perlu tidak sih pacaran itu?? Kalau di tanya ke saya, malah saya yang bingung soalnya bagaimana bisa menikah tanpa melalui proses pacaran. Karena pacaran itu merupakan proses awal untuk mengenal calon suami atau istri kita itu. Tentu saja setiap proses ada enak dan tidaknya, tergantung kita yang menjalaninya. Tapi kalau buat saya, yah tentu saja amat sangat menyenangkan.
Sebagai
mahluk sosial tentu saya punya banyak teman. Dari beberapa teman yang ada
tentunya saya tertarik dengan mahluk manis yang bernama perempuan. Dari banyak
perempuan yang saya kenal, tentu sebagai remaja, saya ingin mengenal lebih jauh
salah satu dari mereka. Akhirnya jatuh pilihan pada cewek cantik, judes, rapih, bawel, berpandangan luas, mau berusaha...yup...itulah si mami.
Mempunyai
pendamping yang sempurna pasti tidak mungkin, tapi mencegah mendapatkan yang
berantakan, memalukan dan menyakitkan itu masih memungkinkan bukan?? Apa mau
tahu-tahu punya pasangan hidup yang berpenyakitan?? Atau juga yang berbeda umur 30
tahun?? Atau juga ringan tangan dan sumpah serapah?? Nah disinilah kayaknya
perlunya pacaran itu. Kita bisa tahu karakteristik dari calon pendamping hidup
kita. Kalau dulu saya tidak pacaran sama mami, pasti saya sudah kesel banget
sering di judesin sama dia. Begitu juga si mami, pasti akan makan ati melihat
saya yang slebor dan gak rapih ini. Belum lagi si mami sering saya isengin,
ledekin bahkan sering mendengar suara merdu dari bum saya.
Saat si mami lagi
PKL di luar Jakarta, saya menyempatkan diri bermain ke rumah calon mertua dan
membantu toko dia. Belum lagi membantu proses yang musti di urus ke uni dia
saat dia jauh pula. Begitupun si mami yang selalu datang tiap hari besar,
kelahiran atau acara-acara keluarga saya. Menyenangkan bisa belajar dan menyesuaikan
diri dengan calon pendamping kita dan keluarga dia juga.
Apa lagi manfaat
pacaran?? Kita bisa saling melengkapi, bersaing dan bekerja sama. Saya bukan
orang pintar, begitupun mami...tapi kita ingin menjadi lebih baik. Makanya tiap
kali ujian, kita selalu mendukung dan membantu mengajari dan mengetes bahan
yang akan di ujiankan di kampus. Kita juga selalu bersaing untuk mendapat hasil
terbaik. Siapa yang kalah harus siap-siap di traktir oleh yang menang. Alasannya??
Apa gak malu sudah kalah malah masih di traktir pula?? Jujur kita sih dulu gak
mau sampai kalah dan malu yah. Salah satu pelajaran yang saya dan mami ambil
dari sikap bersaing ini, kita mau berusaha yang terbaik buat bersama. Fun kan??
Bohong deh kalau saya bilang pacaran tidak pernah jalan keluar berdua dia.
Menjelajah Jakarta berdua dia sering kita lakukan. Dari modal iseng dan
membuang suntuk setelah 6 hari nguli dan berusaha, boleh dong ada aksi gila-gilaan.
Yup setiap kali pulang Gereja di hari Minggu...kelayapan dengan asal naik bis
dan turun di mana saja, itulah yang biasa kami lakukan saat itu. Dari Jakarta
Timur ke bagian Jakarta lainnya, bahkan sering kali kita tidak tahu lagi ada di
mana. Kemudian baru kita cari mall terdekat dan lunch serta nonton film
bersama. It's silly dan wasting huh?? But it was a great fun though.
Peluk dan
cium gak pernah?? Bohong dan muna deh kalau saya bilang gak pernah. Tantangan
dan dosa selalu mengintai itu sudah pasti benar. Justru di sinilah dilatih
untuk bisa menghindarinya atau tidak dan juga melatih apa bisa memilih yang
terbaik atau tidak. Apa gunanya belajar tanpa ada ujiannya?? Bagaimana kita
bisa tahu untuk memilih yang benar di atas yang salah??
Tapi sekali lagi, semua
tetap pada pilihan dan pendapat masing-masing. Namun yang pasti buat saya, pacaran
itu menyenangkan...bahkan sampai saat ini kita pun masih seperti pacaran sambil senggol-senggolan, cubit-cubitan sampai keplak-keplakan segala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar