Jumat, 03 Juli 2015

"Diinterogasi" Soal Kepercayaan

Waktu menjelang akhir term 4 cici di year 7, si cici mendapat tugas sekolah untuk mata pelajaran Social Study. Dia harus membuat sebuah tulisan yang di tujukan buat para orang tua. Tulisannya boleh mengenai segala macam hal yang di hadapi di saat dewasa atau berumah tangga.
"Aku mau membuat tulisan tentang TRUST daddy" kata dia ke saya. Sebelumnya sih dia mau menulis mengenai kenapa banyak suami istri yang pada bercerai, tapi karena saya tidak bisa bantu dia mengenai masalah perceraian...makanya saya sarankan menuliskan tentang hal lainnya.

"Apa saja sih karakter daddy??" tanya dia ke saya. "Kamu kan anak daddy, masa gak tau karakter daddynya??" tanya saya ke dia. "Nanti kalau daddy yang bilang malah daddy sebut yang bagus-bagusnya saja lho" ledek saya ke dia. "Cheeky" jawaban pertama untuk pertanyaan dia mengenai karakter daddynya. "That's me" jawab saya. Setelah mendapat semua karakter saya dan maminya menurut versi cici, selanjutnya dia mengintrogasi mengenai asal mula hubungan kami.

"Mami mah dulu ada boyfriend, gak kayak daddy kamu tuh" si mami memulai memberi statemen kepada cici. "Hahhh!!!" si cici keheranan. "Jadi dulu ada kemungkinan mami gak jadi sama daddy??" tanya dia lagi yang masih kebingungan. "Lah kenapa...kan semua orang punya kehidupan, that's normal" si mami menjawab. "Nah makanya daddy yang milih mami kamu supaya bisa ada cici dan boy" saya ikut menimpali perbincangan mereka. "Terus kenapa bisa jadian sama daddy??" tanya cici lagi. "Wahhh mulai deh nyelanya bakal keluar mendengar pertanyaan ini" kata saya ke mami sebelum si mami menjawab.

"Dulu mami sama daddy cuma teman saja ci, tapi karena sering bersama dan saling melengkapi, saling bantu dan fun sama-sama makanya bisa klop deh" saya sedikit menjelaskan. "Tapi sebelum kita komitmen, mami minta bantuan Tuhan untuk memberi yang terbaik...makanya di kasih daddy deh" si cemen mulai lagi nyelanya. "Dulu daddy juga lagi mencoba membina hubungan dengan seseorang...tapi dianya jauh di luar kota dan selalu bertele-tele dalam berkomitmen, makanya ada mami yang dekat dan lebih berprospek cerah, maka jadilah daddy sama mami kamu" saya menjelaskan versi saya juga. "Intinya sih daddy sama mami, trust sama God untuk di kasih yang terbaik dan bisa saling melengkapi" tambah saya yang kali ini lebih serius.

"Thank goodness daddy dateng ke NZ dulu" kata si cici setelah mendengar saya lah yang memulai petualangan baru di negeri Kiwi ini dulu. "Biarpun 2 tahun daddy jauh dari mami tapi karena kita sudah komitmen dan punya trust each other...makanya kita bisa selalu together sampai saat ini dan untuk selamanya" saya menambahkan cerita saya sembari mengarahkan tentang tulisan dia ini.

"Kalau sekarang Trust each other'nya bagaimana??" tanya dia lagi. " Daddy tidak khawatir kalau mami kerja dan punya banyak teman pria, begitu juga mami ke daddy" jawab saya. "Tidak ada yang namanya secrets diantara mami and daddy. Nomor pin, nomor rekening bank, semua email maupun mail, semua message di hp di fesbuk, dllnya kita bisa lihat satu sama lainnya" tambah penjelasan saya.

"Bagaimana mami and daddy bisa trust each other??" tanya dia lagi. "Trust itu bukan pemberian cuma-cuma ci. Seperti sebuah tanaman, trust itu harus di tanam dulu. Setelah itu sedikit demi sedikit menjadi tumbuh dan berkembang. Dan selanjutnya menghasilkan bunga dan berbuah. Itulah trust ci" saya menjelaskan. "Makanya trust itu sangat menyakitkan bila di salah gunakan" lanjut pesan saya ke dia.

"Thanks yah mami and daddy. sudah trust cici untuk tahu storynya mami and daddy" kata dia setelah dia mendapat info megnenai kami. "That's ok ci. Mami and daddy juga trust cici bisa jadi good girl and bikin proud God, mami and daddy and juga others" saya menanamkan trust yang kami berikan kepada dia.




2 komentar:

  1. Orang tua memang harus jadi teladan terbaik bagi anak2 Mas. Apalagi soal kejujuran yang gandengannya sama kepercayaan.
    Nice post...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak Dyah. Makanya terus belajar nih biar jadi orang tua yg baik

      Hapus