Hari ini saya membaca sebuah kisah di mana bekas teman di SMP yang bertemu lagi di pengadilan dalam kondisi yang berbeda 180 derajat. Yang satunya adalah hakimnya sedang di pihak lainnya adalah si pembuat kriminal. Hal ini tentu memungkinkan terjadi di mana saja dan kepada siapa saja bukan?? Nah karena hal inilah dan juga ada bahan buat membimbing dan mendidik cici dan boy, makanya saya ajak mereka untuk berdiskusi bersama.
Awalnya saya menceritakan sedikit dulu garis besar kasusnya ini dan kemudian saya perlihatkan pula kepada mereka cuplikan dari perbincangan antar kedua teman yang dulunya pernah sekelas ini.
"Apakah anda dulu bersekolah di sini (si hakim menyebutkan sekolah SMP mereka dulu)??" tanya si hakim Mindy kepada si terhukum ini. Arthur, sang terpidana tentu teringat dan langsung histeris dan menangis meraung-raung di ruang pengadilan. "Dia dulu adalah anak yang baik dan mempunyai talenta besar, tapi seakrang dia berada di posisi yang berlawanan hukum" si hakim menceritakan sedikit tetang masa lalu si Arthur kepada semua orang yang menyaksikan persidangan ini.
"Apa yang kamu bisa pelajari dari kasus ini??" seperti biasa, saya selalu bertanya apa yang mereka bisa pelajari dari topik yang kita bicarakan. "Walaupun kita baik sekarang tapi kita bisa berubah" si boy langsung menjawab. "Selalu berusaha berbuat yang baik" si cici kali ini yang berbicara. "Good point guys, ada lagi??" saya emmuji sekaligus menantang mereka lagi. "Berani terima konsekuensi dari apa yang sudah di perbuat" si cici menambahkan jawaban dia. "Jangan menangis kalau sudah salah" si boy memberikan jawaban keduanya pula.
"Menurut kamu kenapa dia menangis dong??" tantangan kedua saya. "Karena dia malu" giliran cici yang menjawab dengan cepat. "Kenapa dia malu daddy??" giliran si boy yang bertanya ke saya. "OK kalau posisi kamu seperti si Arthur. Yang tadinya dapat beasiswa dan mempunyai talenta yang baik...tapi sekarang jadi kriminal dan bertemu dengan teman kamu yang tadinya mungkin tidak sebaik kamu. Bagaimana perasaan kamu??" saya mencoba membuka pola pikir dia dengan menempatkan posisinya di posisi si Arthur."Tentu aku malu" dia menjawab. "Nah itulah kenapa dia menangis jadinya" saya memberikan penjelasan.
"Ada beberapa hal yang kamu bisa pelajari dari kasus ini. Pertama kamu harus pintar dalam memilih teman. Karena dari temannya si Arthur dia mengenal drugs, tapi ada juga akrena dari teman malah bisa menjadi berhasil. Kedua jangan menggunakan drugs karena akan mengubah siapa kamu dan lingkungan sekitar kamu. Ketiga penyesalan selalu datang terlambat. Makanya sebelum kamu menyesal, kamu pikirkan dulu apa yang akan kamu perbuat." saya menanamkan pesan kepada mereka berdua.
"Kalau ada yang memaksa aku untuk berbuat tidak baik bagaimana??" si boy bertanya kepada saya. "Tidak ada yang bisa memaksa kita untuk berbuat baik atau buruk boy. Biar dady atau mami sekaligus tidak bisa memaksa kamu untuk jadi baik atau buruk. Karena kita lah yang menentukan jalan kita sendiri" saya menjawab sekaligus memberikan nasehat kepada dia.
"Jadi kamu mengerti kan inti dari perbincangan kita ini??" tanya saya ke mereka. Mereka pun mengangguk sebagai tanda setuju. Tapi tetap saja saya ingatkan lagi point-point pentingnya yang sudah saya sebutkan sebelumnya kepada mereka lagi, untuk lebih memastikannya.
Tidak ada anak yang di lahirkan sebagai kriminal dan tidak ada orang tua yang mau mempunyai anak kriminal pula. Maka diperlukan adanya komunikasi dan interaksi untuk bisa membimbing dan mendidik buah hati kita di jalan yang benar. Semoga kita sebagai orang tua bisa melakukan dan mewujdukan hal ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar